Pages

Rabu, 14 Oktober 2015

Ethical Governance

Ethical Governance
Ethical Governance (Etika Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance (Etika Pemerintahan) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man). Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom.
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain-lain), yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.


Budaya Etika

Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian para pimpinannya Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya etika dilakukansecara top-down. Langkah-langkah penerapan :

Penerapan Budaya
Etika Corporate Credo : Pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
Komitmen Internal :
·         Perusahaan terhadap karyawan
·         Karyawan terhadap perusahaan
·         Karyawan terhadap karyawan lain.
Komitmen Eksternal:
·         Perusahaan terhadap pelanggan
·         Perusahaan terhadap pemegang saham
·         Perusahaan terhadap masyarakat

Penerapan Budaya Etika
Program Etika : Sistem yang dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan corporate credo.
Contoh : audit etika Kode Etik Perusahaan
  Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.
Contoh : IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).

Mengembangkan Struktur Etika Korporasi

Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.

Kode Perilaku Korporasi dan Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code Of Conduct)

Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut :
            PT. NINDYA KARYA (Persero) telah membentuk tim penerapan Good Corporate Governance pada tanggal 5 Februari 2005, melalui Tahapan Kegiatan sebagai berikut :
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
            Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Adapun Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT NINDYA KARYA (Persero) adalah sebagai berikut :

1.      Pengambilan Keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
2.      Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien.
3.      Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake holder lainnya.

Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :

1.      Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
2.      Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
3.      Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
4.      Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
5.      An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with  its Scope of Work.
6.      Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.

Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Pengaruh etika terhadap budaya
1.       Etika Personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
2.       Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan persusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kerja

Contoh Kasus

Kasus Bernard Madoff, yang mengguncangkan dunia ketika ia diberitakan menyerahkan diri dan mengaku bahwa telah melakukan fraud sebesar 50 miliar atau setara dengan Rp550 trilyun, yang menjadikannya fraud terbesar sepanjang sejarah. Skema penipuan yang dilakukan Madoff ini adalah berupa skema investasi, dimana ia menjanjikan return tertentu bagi investornya. Padahal kenyataannya, investasinya tidak menguntungkan, dan serupa dengan sistem money game atau gali lubang tutup lubang, dimana investor dibayar dengan setoran dari investor baru.
Pihak yang menjadi korban Madoff tidak tanggung-tanggung, yakni institusi-institusi finansial seperti HSBC, Fortis, BNP Paribas, Royal Bank of Scotland yang terpaksa menelan kerugian miliaran Dollar dari fraud ini. Mengapa ini bisa terjadi? Hal ini terjadi karena kepercayaan terhadap figur dan reputasi seseorang (Madoff) menjadikan banyak institusi lalai melakukan manajemen risiko terhadap investasinya.
Kemudian Satyam, yang dijuluki dengan Enron India, karena kasus yang mirip, yakni melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan, mulai dari melaporkan pendapatan yang jauh lebih besar dari aktual, pencatatan kas yang sebagian besar fiktif, serta pengakuan utang yang jauh lebih kecil. Kasus ini merupakan contoh absennya good corporate governance dan gagal terdeteksi oleh auditor dan regulator.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar